Ini ceritaku..

Kamis, 05 September 2013

Air Mata yang Tertahan part 4

Mengurus persyaratan yang belum dilengkapi yaitu surat keterangan domsili, pas foto, photo copy kartu keluarga, sudah. Tinggal membuat NPWP. Selasa, 3 September 2013 aku menuju Disnaker Bekasi, depan gor Bekasi, untuk membuat kartu kuning (padahal warnanya putih sekarang). Sampai Disnaker pukul 09.30 baru memberikan berkas dan menunggu untuk dipanggil namaku hingga tak kuat untuk berdiri, takut pingsan, akhirnya mencari tampat yang bisa diduduki. Kepanasan, meneduh di bawah bayangan daun dan ranting pohon palem mini yang tumbuh berada di ember sebagai pot. Hingga pukul 14.30 namaku baru dipanggil. Karena minumku sudah habis, berniat membeli eh cendol di depan saat pulang nanti. Kemudian photo copy 5 rangkap dan dilegalisir. diinformasikan di internet bahwa pembuatan kartu kuning ini tidak dipungut biaya apapun, tapi nyatanya di akhir proses, mereka meminta pungutan sebesar Rp10.000. Memang mereka capek sekali, tapi bagaimana dengan kami yang menunggu? Kami juga capek menunggu dengan berdiri atau duduk di tempat yang bukan tempat duduk. Karena pencari kerja yang ingin membuat kartu kuning hari itu begitu banyak sekali. Yah, sudahlah.

Di sela menunggu namaku dipanggil, kerjaanku hanya bermain twitter dan facebook. Ada satu pesan baru di facebook. Dari Felda teman dekatku di kelas, "Sampai bertemu besok ya, No hehehe" Wah? apa maksudnya ini? Dugaanku ia dipanggil interview di rumah sakit yang sama dengan ku atau besok ingin bertemu di kampus saat ambil foto wisuda? "tinut.." ponselku mati. Senang sekali bila Felda juga kerja bareng dengan ku di rumah sakit tersebut, aku jadi ada temannya. Tak sabar segera pulang ke rumah untuk mengisi batrei ponsel agar aku bisa menelepon Felda.

Pada hari sebelumnya, yaitu Senin. Teman yang aku ajak datang untuk interview, Nizah tidak bisa datang, yang datang malah Damis, semangat sekali ia dari Depok. Ia tahu info ini karena aku mempubikasikannya via twitter. Tapi, Damis tidak diterima, karena ia sudah mengambil kuliah. Rumah sakit tersebut tidak bisa menerima pegawai baru yang sambil kuliah, karena ditakutkan akan mengorbankan salah satu, bila ada sesuatu yang berbenturan. Tak sabar untuk esok, bertemu Felda, interviw bersama.

Rabu, 4 September 2013 sampai di RSIA Bunda Aliyah pukul 06.35. Sepuluh menit kemudian Felda datang. Teman dari radiologi pun menyusul datang, kami bertiga diajak ke atas. Aku dan Felda yang pertama diwawancarai dr.Ihsan. Pertanyaan awal pasti ini, "Apa harapan kamu mengenai pekerjaan seorang ahli gizi?" Tentu kami menjawab hal yang sama "Bekerja sesuai dengan pekerjaan ahli gizi."
"Kalian sudah tahu, kan bagaimana pekerjaan ahli gizi di rumah sakit ini.. mengantar dan mengambil tempat makanan pasien, menurut kalian layak tidak seorang ahli gizi mencuci tempat makan pasien?"
"Tidak, Pak. Karena tugas ahli gizi adalah menetukan diit, konsultasi. Bila di dapur uji cita rasa, memastikan kualitas makanan." Apa rasanya interview dua orang? ya, pintar-pintar jawab. Kalau tidak, akan sangat terlihat jelas mana yang lebih baik dalam menjawab.
"Bila dibandingkan dengan pekerjaan perawat yang lulusan S1 mengurusi air seni dan tinja pasien. Dengan ahli gizi yang lulusan D III, menurut kalian bagaimana?"
"Memang sudah ada job desc-nya masing-masing, Pak." Benar, dong?
"Penting tidak sih, clean up itu? Coba, kalau ada 4 tenaga ahli gizi dan 2 tenaga lulusan SMA/SMK. bagaimana membagi tugasnya?" Kami masih kekeh kalau ahli gizi itu kerjanya bukan mencuci piring.
"Kebersihan itu penting, kan berbeda-beda penyakit setiap pasien, mungkin saja dapat menular." Aku berpikir, apa jawaban yang diinginkan dokter ini? Aku menjawab.
"Agar kita tahu pasien makanannya habis atau tidak, bila tidak habis, perlu diberikan edukasi."
"Nah... itu, selama ini kerja ahli gizi tidak sampai situ. Hanya sekedar menentukan diit dan konsultasi, tidak tahu apakah pasien itu habis makannya atau makan dari makanan luar. Pasien datang dengan gizi yang baik, tapi pulang dengan gizi kurang." Pikiran kami mulai terbuka. Iya juga, ya. Aku mengakui aku salah selama ini. Lanjut dokter.
"Paradigma baru adalah pasien sebagai pusat tenaga kesehatan untuk melayani. Bukan paradigma dahulu, tenaga kesehatan memusatkan kepada dokter kemudian baru ke pasien." Mantap kami paham.
"Kami ingin memberikan pelayanan yang terbaik untuk pasien, seorang ahli gizi dengan terjun langsung  mengantar dan clean up." Kami, mulai hanya bisa "ya" dan "ya". Wawancara selesai.

Aku dan Felda keluar dan naik ke atas menuju ruangan HRD. Belum banyak yang datang karena masih jam 8 pagi. Aku yang masuk pertama menghadapi Bunda Heni.
"Bagaimana, tadi sudah dimantapkan kembali bagaimana tugas ahli gizi di sini, kamu bersedia?"
"Siap, bersedia, Bu." Bunda Heni kembali menjelaskan yang kemarin sudah ia jelaskan, aku hanya bisa "ya" dan "ya".
"Sampaikan berita bahagia ini kepada orang tuamu." Sudah dari kemarin kali.
"Kami punya peringkat, fer saja ya, kamu peringkat 2, ini bukan berdasarkan nilai ipk atau apa, tapi dari hasil wawancara kepada user. Jadi Felda yang diutamakan, untuk mulai bekerja lebih dulu." Aku terima.
"Ijazah kapan nih bisa kamu bawa? Kata temanmu yang kemarin dua minggu setelah wisuda?"
"Oh, saya belum tahu, Bu. Hari ini baru akan ke kampus ingin menanyakan ijazah." Lagi-lagi ijazah. Sebenarnya aku tidak masalah sekali dengan yang namanya ijazah, tahan, silakan tahan. Yang penting aku bekerja. Tapi hal yang menjadi masalah adalah setelah Bunda Heni bilang.
"Kamu punya senggang waktu sampai tanggal 16 September 2013, coba dicatat, Mba. Bisa buat NPWP dulu. Kalau sudah ada ijazah kamu bisa ke sini, berdoa medichal check up-nya sehat, kamu bisa mulai kerja tanggal 23. Kalau sampai tanggal 16 ijazahmu belum ada, kita akan cari orang lain." Jleb, kok jadi gini?
"Ya, Bu. Jadi saya bisa MCU kapan, Bu?"
"Setelah kamu bawa ijazah. Yasudah kamu pulang, ya." iya, iya, aku pulang.

Aku keluar dengan cemas, ijazah kapan keluar nih.. Menuju kampus mengambil foto, bertemu Pak Syarief, meminta surat akreditasi ke Bu Tita dan menanyakan ijazah. Semua sudah kulakukan. Jawaban rektorat, belum tahu kapan jadi ijazahnya, tunggu saja. Hasil bertanya kepada yang lain, paling cepat adalah satu bulan setelah wisuda. Yah, sudahlah.

Kadung bahagia, bertemu teman-teman, mereka sudah tahu kalau aku sudah diterima bekerja, ketemu Pak Syarief dan Bu Endang juga aku bilang sedang proses penerimaan kerja. Apalagi dengan keluarga, sudah tersebar berita bahagia ini. Tapi bagaiaman bila ijazahku melewati tanggal 16 September 2013? Yah, sudahlah. Cari kerja yang lain lagi. Mungkin belum jodoh.

Aku SMS Felda untuk minta tolong tanyakan ke Bunda Heni, bagaimana bila ijazah keluar satu bulan setelah wisuda. Karena Felda masih ada di rumah sakit untuk psikotes. Ternyata ia telat membaca SMS-ku. Katanya ia akan menanyakannya besok. Besok? Ya, ternyata besok adalah jadwal Felda untuk MCU. Felda bisa MCU tanpa harus mengumpulkan ijazah terlebih dahulu. Oke, aku terima, ia kan segera bekerja lebih dulu. Tapi kalau aku harus mengumpulkan ijazah dahulu. Sekarang posisiku tidak aman.

Aku bertanya kepada teman-teman soal ijazah ini, mereka semua bereaksi "Bukannya bisa, ya pakai SKL dulu?" Ya,  gimana ya, ga tahu tuh mereka mintanya ijazah. Iya, juga, ya (dalam hati). Entah. Dalam perjalanan pulang, pikiranku tak karuan. Ada air mata tertahan di ujung kelopak mata. Ia tidak bisa jatuh, aku usap saja dengan jari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tuliskan apa yang kamu ingat dan kamu rasakan! Terima kasih telah membaca dan komen di sini.. Titik dua-tanda bintang deh buat kamu. :p
Mau komen? tapi gak tau caranya? ketik aja dulu di box, terus pilih pake akun yang lo punya, deh! gampang, kok! Ayo, komen.. gak usah malu-malu gitu ihhh :D

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...